Masalah pindah daerah bukan hanya butuh persiapan materi tapi juga persiapan mental, khususnya ketika memutuskan untuk pindah ke Bali buat para cewek-cewek, apalagi yang single. Hal ini mungkin gak banyak yang bahas, tapi sebagai salah seorang perempuan single yang pernah pindah dan menetap di Bali untuk beberapa tahun, dan gw kerap kali melihat kasus yang sama terjadi berulang kali, I would like to warn you about this for the sake of your mental health. Karena, banyak orang datang ke Bali mencari ketenangan dan—gak muna—some are looking for fairytale-ending romance. Cewek-cewek Indonesia yang merasa gak cocok dengan orang-orang di daerah asalnya, atau yang pingin banget pacaran dan menikah sama bule, atau dengan alasan lainnya. Di judul tulisan ini gw bikin “Khusus Perempuan” karena gw seorang perempuan dan gw gak tau rasanya pindah ke Bali sebagai seorang laki-laki lokal. Dan mungkin ini hanya sebagian kecil masalah dari banyak masalah yang kerap terjadi saat pindah ke Bali. At least, you can be prepared about this.
Persiapan mental yang pertama dan juga bakal berhubungan dengan hal yang kedua adalah masalah insecurity. Siap-siap lah merasa insecure, bahkan kalo pun kamu merasa you’re a confident person, tapi yang namanya self-love juga pasti fluktuatif. Seseorang gak selalu strong dan confident, ada saatnya confident dan self-love kita gak di level atas. Gw ambil diri gw sendiri sebagai contoh. Saat gw pindah ke Bali, gw udah di umur yang udah gak jamannya gw bisa kepengaruh sama iklan-iklan kecantikan. Setelah umur 24 tahun, konsep kecantikan bagi gw berubah, bukan masalah fisik lagi karena fisik hanya sementara. Dan gw ini bisa dibilang multi-talented lho, karena skills gw banyak, jujur aja gw kayaknya gak pernah iri sama cewek lain, mau yang lebih muda atau pun lebih cantik, karena gw ngerasa gw punya strengths tersendiri yang gak semua orang punya. Tapi bukan berarti gw gak pernah terserang insecurity, justru insecurity pertama kali gw rasain malah di Bali pas awal-awal baru pindah. Padahal, waktu gw pindah dulu, tunangan gw masih hidup, I was in a happy relationship, jadi gw juga gak butuh perhatian dari cowok, tapi kok malah gw terserang rasa insecure.
In my case, it didn’t last long karena pada dasarnya gw orangnya hiperaktif dan masabodo. Tapi kalo bahkan orang se-masa bodo gw aja bisa terpengaruh, apalagi bagi cewek-cewek yang masih fragile-fragilenya. Just so you know, Bali has attracted sooo many unique and good looking people from all over the world. Bule-bule yang ke Bali gak sama dengan bule-bule yang ada di documentary youtube videos kebanyakan, yang katanya bule itu gendut-gendutlah, etc.
Semenjak naiknya sosial media and influencer trend, Bali has been commercialized as one of the wellness centers in the world. Bule-bule yang datang atau tinggal di Bali sekarang-sekarang ini adalah orang-orang yang peduli tentang kesehatannya, apa yang mereka makan, mindfulness, so obviously they look fit and good looking (ya gimana gak good looking kalo gak perlu kerja keras karena hidup disini bagi mereka murah dan kerjanya cuma pergi yoga doang atau makan smoothie bowl, LOL), many of them even have much smaller waist than Indonesians. Bulenya gak cuma kulit putih, tapi juga yang eksotis segala ras ada, belum lagi yang udah mixed race. Terus tambah lagi cewek-cewek Rusia yang alamak kayak boneka, mau operasi atau gak, mereka udah geneticnya juga cantik.
Gak cuma bule doang, tapi cewek lokalnya juga eksotis-eksotis abis! Bukan cuma cewek asli Balinya ya, tapi cewek Indonesia dari kota/ pulau lain. Dan jujur aja, kayaknya kita looknya mirip-mirip, hahaha. Cewek kayak gw (tinggi, kurus, kulit coklat, rambut hitam panjang, pokoknya yang Indonesia banget dan gak terpengaruh iklan produk pemutih), padahal kalo di kota lain, gak banyak (mungkin karena Indonesia terobsesi produk pemutih kali yaaa…), tapi di Bali, kayaknya gw kemana-mana nemuin cloningan gw, haha!! Style fashionnya pun sama, island girl aesthetic banget lah. Cewek di Bali itu beda cantiknya sama di kota-kota lain. Mungkin karena panas juga, jadi kita jarang yang pake makeup (yah namanya juga anak pantai), we rarely do our hair kayak cewek-cewek di kota besar, dan kita gak dress up hebring (namanya juga pake sendal jepit mulu), tapi malah cantiknya jadi bikin insecure gak sihhh, hahah. Dan all of these beautiful creatures, flaunt their beauty in every corner of the island. Bahkan di tengah kemacetan Jalan Raya Canggu dan panas-panas gitu aja mereka tetep cantik.
Udah beberapa cewek-cewek yang gw temuin baik lokal atau bule yang ngerasa insecure karena orang-orang pada cantik. Bukan cuma masalah fisik, mereka juga cantik dalam hal lain, mereka punya banyak skill dan personality yang unik. Walau pun sering dibikin jokes kalo bule di Bali miskin, it’s not totally true. Banyak cewek-cewek yang successful running their own businesses, bahkan beberapa web design mentors yang gw follow di Youtube dan Instagram juga dulu pernah tinggal di Bali di period yang sama dengan saat gw disitu. Nambah bikin jiper lagi kan, udah physically cantik, talented pula!
So, persiapan mental sangat dibutuhkan untuk tidak membiasakan membandingkan diri kita dengan orang lain. Some days, maybe you’ll get affected and feel insecure and it’s normal, but don’t let the insecurity consume you. You are unique in your own ways, dan better improve yourself with whatever the island has to offer. Contohnya, ikut kelas dan talk/ sharing knowledge gratisan, meetup with likeminded people, kalo jalan ke pantai, focus on the nature and the fact that you’re still blessed to enjoy it, jangan fokus ke cewek-cewek disana, be in the moment, feel you, do things for you, focus on you. Cantik adalah masalah perasaan yang tercermin dengan tindakan.
Persiapan mental yang kedua adalah tentang relationship, khususnya bagi yang datang ke Bali dengan status single. Walau pun katanya it’s the island of love, nyatanya looking for love from scratch is very tricky in the island where everyone wants to flirt and explore, and their intention to ever settle down is questionable. Moving to Bali dengan pasangan rasanya lebih mudah ketimbang single, just so you know, I’ve been in both situation. The first time I moved there, I was in a super happy relationship and we almost got married, but cancer took my fiance away. However, datang dengan pasangan juga punya challengenya tersendiri karena, again, BANYAK GODAAN. Tapi menurut gw, kalo pasangan lo meninggalkan lo hanya karena terpikat orang lain, then the problem was already there even before moving to Bali, you’re just waiting for it to finally happen.
Let me warn you, the dating scene in Bali is… interesting, haha. Banyak faktor yang membuat ini jadi menarik dan bukan berarti it’s impossible to find your soulmate, namanya jodoh kita gak pernah tau, we can just try. Most people have to go through countless heart breakers until they finally find the heart keepers. Bali can change people, in a positive or negative way. I’ve seen how people changed, mungkin di negara asli mereka gak neko-neko, tapi pas pindah ke Bali, mereka sadar kalo dapetin cewek itu gampang banget, mana cantik-cantik pula. Temen-temen bule gw yang cowok pun pada mengakui, the dating game in their country is often way harder, untuk deketin cewek itu banyak tahapan, cewek-cewek di negara maju kan ya pada punya karir, pendidikan dan independence, gak gampang ngedeketin mereka, tapi kalo masalah fisik, cewek-cewek di Bali jauh lebih hot dan banyak yang helpless romantic, terlebih lagi perempuan lokal.
Gw bukan menjelekkan bangsa sendiri, justru gw pingin me-warning biar perempuan Indonesia gak jadi komunitas broken hearted di Bali, hehe. Perbedaan mindset tentang pernikahan antara bule dan Indonesia itu jauh, banyak banget cewek lokal yang berharap muluk-muluk, sedangkan cowok-cowok itu masih pingin explore, terlebih lagi karena mereka sadar that they can. Dan gw juga gak bisa menyalahkan cowoknya kalo memang dari awal mereka gak pernah bilang want to have a serious relationship with the girl. Kalo lo mengiyakan—unless you were intoxicated/ unconscious—then ya it’s an adult decision that has consequences. Not everyone that you kiss have to marry you. Dan seringnya terjadi, ada communication break down ketika bahasa Inggris kedua belah pihak gak di level yang sama. Gak cuma bahasa, tapi juga pemahaman kultur. So, either you stay celibate or swallow the truth, learn from it and move on.
Komunitas di Bali juga kecil, apalagi yang long-termers. Mau di Uluwatu kek, Ubud, orangnya itu lagi, itu lagi. Apalagi kalo lo orangnya extrovert dan banyak ikut kegiatan yaa… Bisa dibilang, everybody is connected to everybody. Cowok yang baru ngedate sama lo, bisa jadi udah ketemuan sama temen lo di Tinder, atau malah di sex party, hahah! Jangan kaget kalo lo diminta untuk FWB (friends with benefits) atau open relationship, it’s kinda the norm there. Bahkan bisa dibilang kalo lo diminta open relationship, dia udah lebih serious sama lo dan status lo udah naik tingkat dari FWB. Bukan berarti open relationship itu gak akan langgeng ya, justru banyak orang yang gw kenal dan mereka langgeng sama pasangannya dengan open relationship, karena bagi mereka sex is just sex, no strings attached. Tapi kalo lo orangnya berprinsip anti open relationship, then jangan mau dipaksa. Cowok di Bali masih banyaaakkk…
Terus, banyak juga bule-bule yang ke Bali hanya untuk sementara. Entah cuma liburan atau karena murah selagi mereka berusaha mewujudkan karirnya. Cowok-cowok yang gw suka dan pernah deket, mereka ambitious, hardworking, dan in the end, they dream big, Bali is too little for their dreams, ketika bisnis mereka naik, they leave to bigger cities in the world. Dan orang-orang kayak gini belum tentu at the stage of their life where they even think of relationship, so no matter gimana high qualitynya gw sebagai perempuan, kalo emang cowoknya gak fokus untuk relationship, ya it will not go further.
Intinya, dengan tulisan ini, if you get your heart broken in Bali’s dating scene, it’s not always about you. Dating, anywhere in the world, is not always easy. Some people get luckier than others and some will get more challenges. Some got lucky, found the one, but then it ended, just like me. I was lucky to ever have him in this life, but then death do us part, which makes me have to keep trying or just stop trying. Ada banyak alasan kenapa gw meninggalkan Bali dan pindah ke Australia (nanti akan gw bikin tulisannya juga), dan salah satu alasannya adalah karena relationship.
Gw pernah merasakan rasanya mencintai dan dicintai, dan gw tidak pernah merasakan hal yang sama selama dua tahun di Bali semenjak meninggalnya pasangan gw. Bukannya gw gak mau jatuh cinta lagi tapi karena banyak faktor di Bali yang gak mendukung, I think Bali is just not the right place to find people with likeminded mindset untuk settle down. Bukan berarti gak ada sama sekali, tapi the chance is smaller compared to Adelaide, South Australia. Karena gw merasa orang-orang di Bali don’t really have long-term relationship mindset, alhasil gwnya juga jadi gak mau invest emotionally that much. And in the end, the cycle repeats, the vibe we give to people become the vibe that we receive, but it’s a cycle, gw merasa kayak gini juga karena vibe yang gw terima dari orang lain.
Bukan berarti you have to leave Bali too, but just be prepared, don’t blame yourself if you have a bad dating experience. And my best advice for you is to focus on you and never ever depend your happiness on your partner. Jangan tergiur apa yang terlihat di sosmed atau hanya in the surface, kalo kamu melihat temen yang sudah punya pasangan dan pasangannya bule, terus temen kamu dibiayain sama cowok bulenya, dibawa jalan-jalan etc, jangan mudah tergiur dan menjadi lupa untuk fokus ke diri kamu sendiri. Jangan fokus ke apa yang pasangan kamu bisa kasih ke kamu, fokuslah ke apa yang bisa kamu kasih untuk diri kamu sendiri. Anyone can leave you, but only you will stand up for yourself. Dan gw bisa bilang ini karena I know that life, I’ve lived that life, dan gw juga udah tau rasanya kehilangan. (note, kalo lo check youtube gw, I’m also a standup comedian. Stage name gw di Bali adalah “The Bule Hunter”. I am a professional bule hunter, hahaha).
0 Comments