Setelah 2 Tahun Pindah ke Bali

by | Nov 28, 2021 | Bali Diary, Post Bahasa Indonesia

Tulisan-tulisan gw tentang pindah dan kehidupan di Bali adalah salah satu yang paling bank viewsnya, apalagi semenjak pandemik ini dimana banyak orang dari pulau Jawa (especially Jakarta) yang bermigrasi ke Bali. Gw pindah menetap ke Bali di bulan Februari 2019, tapi sebelumnya gw udah pernah tinggal di Bali selama 5 bulan. Setelah itu gw balik dulu ke Sumatra Barat untuk melakukan ancang-ancang dan mencari income yang cocok dengan gaya hidup dan pola fikir gw. Dan akhirnya, setahun kemudian gw berhasil untuk pindah menetap di Bali sampe sekarang.

Pengalaman dan sudut pandang setiap orang tentang kehidupan di Bali pastinya berbeda, jadi jangan jadikan cerita gw patokan atau kebenaran tunggal. Gw cuma pingin berbagi aja, karena walaupun masih terbilang singkat, dari awal gw pindah ke Bali, gw selalu berada di fase dan situasi global yang berbeda. 

Contohnya, waktu gw pertama kali tinggal di Bali selama 5 bulan, yaitu di akhir tahun 2017 sampai awal tahun 2018, saat itu Bali lagi dirundung musibah meletusnya Gunung Agung sehingga banyak negara-negara memberikan travel ban. It was a tough time for Bali juga, sampe banyak yang bilang kalo dampak ekonominya bahkan lebih buruk daripada waktu kejadian Bali Bombing. Saat itu, gw sendiri pun belum memiliki kemampuan skill dan finansial seperti sekarang, dan jujur aja gw juga salah satu yang beruntung saat cryptocurrency lagi tinggi-tingginya. Saat itu gw juga tinggalnya di daerah Denpasar yang mana biaya hidupnya jauh lebih murah ketimbang daerah lain.

Sedangkan semenjak pindah di tahun 2019, gw udah fixed untuk tinggal di Canggu (baca alasannya disini), dan karena secara income gw juga udah lebih mampu ketimbang tahun 2018 dulu. Tinggal di Canggu saat itu juga cocok dengan lifestyle almarhum tunangan gw yang seorang surfer, jadi memang kita harus tinggal di dekat pantai. Namun, walau pun gw udah tinggal di Bali semenjak tahun 2019, tapi sebenernya gw baru bener-bener pernah menetap di Bali lebih dari 3 bulan ya baru dari akhir tahun 2020 aja. Karena waktu Mike (alm. tunangan gw) masih hidup, gw sering pergi ke daerah mana dia kerja, secara dia pilot, jadi pindah-pindah, dan kerjaan gw juga mobile jadi mau kemana-mana juga gak masalah. Biasanya, gw pergi tiap 3 minggu berpindah-pindah. Dan saat itu, Bali lagi rame-ramenya, apalagi di daerah Canggu yang bisa dibilang paling hype lah saat itu (dan sampe sekarang) di kalangan bule. Canggu saat itu terkenal dengan dua hal; macet dan fake people. Thanks to travel vloggers dan influencers yang telah memberikan kita sejumlah influencer wannabes dalam kapasitas berlebihan! It’s very common kalo kita berpapasan atau satu ruangan dengan β€˜influencer’ kelas dunia, tapi ya ini Bali ya bro, people don’t care, semua terlihat miskin haha. Dan karena saat itu gw juga in a relationship, saat itu gw gak aware betapa hot nya cowok-cowok bule di Bali, karena emang gw gak ngelirik sana-sini. 

Terus, karena Mike terkena cancer, akhirnya gw juga berada di luar negeri selama lebih dari 6 bulan, dan selama gw di luar negeri itu, barang-barang gw tinggal di Canggu dan tetap membayar uang sewa (saat itu sewa kosan gw seharga 2,5 juta per bulan, furnished with kitchen inside. Ini termasuk harga yang hoki banget lho klo untuk standard Canggu, karena kisaran harga normal kamar di Canggu starts from 4 juta – 8 jutaan, kamar doang). Saat itu, kalopun gw lagi di Indonesia, gw lagi desperate-desperateny memikirkan laki yang sakit, jadi gw jarang keluar. Lalu terjadilah corona, dan ternyata kejadian Gunung Agung kemaren gak ada apa-apanya dongs… Saat itu gw gak di Indonesia dan baru balik di bulan Oktober 2020 setelah akhirnya the man of my life meninggal dunia. So, lagi-lagi gw ke Bali dengan situasi hidup yang bener-bener berbeda dan kondisi dunia yang gak normal.

Waktu gw balik, Bali lagi sepi-sepinya. Bule-bulenya tetep masih banyak tapi bisa dibilang bule-bule yang nyalinya gede buat gambling gak pulang ke negaranya atau emang gak ada duitnya lagi (ternyata akhirnya, kalo kita liat ke belakang, orang-orang yang ninggalin Bali pas pandemik kemaren pada nyesel karena di negaranya everything was too strict dan berefek ke mental health mereka, sedangkan kita yang di Bali, bisa dibilang asik-asik aja tuh hehe…)

Gw balik ke Bali dengan hati yang hancur dan berstatus single, tapi karena ini juga akhirnya gw menyadari kalo cowok-cowok bule di Bali itu gila sih ya hot nya, tipe gw banget, hahaha. Jadi ya gw fikir-fikir, daripada gw sedih terus, mendingan gw menikmati aja apa yang ada. Toh gw ini baru ditinggal mati, gw gak cari perasaan juga kali, jadi cocok lah dengan dating life in Bali yang emang menon-aktifkan fungsi hati. wkwkwk…

Bisa dibilang gw beruntung saat balik di situasi pandemik, karena pandemik membuat macet di Canggu jadi hilang. Ke bandara aja bisa 30 menit (dulu bisa 2 jam lho!). Kebayang gak kalo lagi frustasi ditinggal mati terus harus berurusan dengan macet dan fake people yang membludak. Pandemik membuat komunitas di Bali yang memang udah kecil, menjadi lebih kecil lagi. Jadi kita bisa ketemu dan terkoneksi dengan orang-orang lebih mudah, everyone is connected to everyone, apalagi kalo lo orangnya pecicilan suka kegiatan ini-itu.

This time, pertemanan gw di Bali pun berubah karena temen-temen gw yang dulu udah pada balik ke negaranya dan saat itu, karena gw juga travelled a lot, jadi gw gak sering hang-out sama temen. Nah sekarang, gw udah menjadi standup comedian di Bali, gw salah satu komedian perempuan pertama di Bali saat itu dan gw established my name lah ya, gw tampil rutin di hadapan 300-400 orang, hampir tiap minggu. Dan gw salah satu the most celebrated comedians saat itu, apalagi karena saat pandemik itu event di Bali gak ada yang lain selain standup comedy ini. Dan ya, mungkin kalian pada shocked ya kok bisa pas pandemik kumpul 300-400an orang. Hehe, Bali magic kali ya, alias people don’t care. Gw juga baru berani bilangnya sekarang, pas udah gak seheboh dulu netizen Indonesianya, tapi ya jujur aja, kita di Bali hidupnya hampir gak beda sama kehidupan normal, kecuali kalo lo incomenya masih pake rupiah. Makanya para Jakartans pada shocked berat pas dateng liat orang-orang gak pada pake masker, kecuali kalo mau masuk Frestive (mini market) doang.

Dulu, gw hampir gak punya temen orang Indonesia. Sekarang, berkat standup comedy dan dating life gw, akhirnya gw punya network orang Indo juga. Jadi, karena label komedi gw β€œBule Hunter” membawa gw ketemu dengan the real bule hunters, haha. Dan juga, gw kenal orang Indonesia dari cowok-cowok yang date sama gw, karena mereka biasanya punya temen yang sama fetishnya (read: cewek Indo) jadi gw kenalnya dari cowok-cowok ini. Terimakasih wahai pria-pria, karena kalian tidak hanya membawa pesona perut six packs kalian ke hidupku, tapi juga teman-teman baruku, hihi.

Dan gw juga anaknya aktif di kegiatan yang beda-beda, jadi koneksi gw juga pada berbeda background, gak cuma para digital nomads. Gw sangat bersyukur karena di saat cobaan hidup gw saat itu yang habis ditinggal mati, gw healingnya di Bali, di saat sepi pula! Such a perfect place and timing, kalo gw di tempat lain, mungkin gw gak bisa bangkit secepat ini. Kata orang, Bali can heal, well gw gak percaya, but in my case, I’m just super lucky!

Yang berbeda di Bali semenjak pandemik adalah bertambahnya jumlah pemakai mobil di Bali, khususnya yang ber-plat B. Karena policy WFH, banyak yang memanfaatkannya untuk pindah ke Bali dan Bali yang tadinya dijajah influencer bule, sekarang mulai dimasuki selebgram nasional karena ya cuma mereka lah yang mampu jalan-jalan saat pandemik. Jadi saat itu kayaknya trending gaya hidup selebgram adalah liburan ke Bali, yang akhirnya mengakibattkan massa yang lainnya menjadi terinspirasi. Ramenya turis domestik ini berpengaruh ke club-club yang dulu rasis (alias mendewakan bule dan memandang sebelah mata bangsa sendiri) akhirnya jadi berlomba-lomba buat meng-adjust vibe mereka biar interesting buat para Jakartans, ya karena gak ada turis lagi, yang sisa di Bali adalah locals (locals disini maksudnya orang yang emang udah tinggal di Bali lama, kayak gw dan bule-bule survivor Corona ini.) 

Dari pertama gw ke Bali, income gw juga udah bertambah, sehingga lifestyle dan living cost gw juga beda. Awal-awal dulu, living cost gw 8 jutaan, sekarang 17jutaan per bulan. Gw juga udah gak tinggal di guesthouse lagi, karena saat itu gw memilih guesthouse karena sering travelling, tapi sekarang I need a bigger space, so gw menyewa rumah 2 kamar, full furnished dan I’m very happy with it!! Kalo kalian follow gw di Instagram, you’ll agree that my house is really cute dan has a character, like me, haha!

Saat ini, border udah dibuka dan penerbangan internasional dari/ke Bali juga udah beroperasi. Ramenya Canggu udah terasa mau kembali lagi, membuat jadi jengah. Long-termers usually are not fans of it, we prefer Canggu like it is during mid pandemic. Dan gw juga rasanya udah mulai jengah, mungkin karena hidup gw yang udah terbiasa berpindah-pindah setiap dua-tiga tahun. Bali memang akan jadi base gw untuk di Indonesia, tapi gw udah gak sabaran untuk menetap di negara lain untuk beberapa bulan/ tahun, berpindah-pindah dan mengeksplore environment lain. 2 tahun rasanya cukup, saatnya mengupayakan untuk pindah lagi.

About the gal

Hey there!

I'm Citra Ayu, a fashion designer-turned-graphic designer, living her best life in Bali, Indonesia. A creative soul with a restless mind who’s not afraid of trials and errors and then shares them to the world. Has a Youtube channel about sewing-and-design-related stuff. Been attached to the internet since 1998. This blog is the digital documentation of my life journey and thoughts from time to time. Click here to read more about me.Β 

Join the email tribes!

Stay in touch and be the first to know whenever I update new content! Choose the mailing list based on your interests (you can sign up to one or all of them!). My mailing lists are where I share my freebies and tips and tricks!

 

On Youtube:

2 Comments

  1. cynthia ayuningtyas

    Waa, thankyou sharingnya πŸ™‚ As always, got a new inspiration every time I read your post! πŸ™‚
    I would really love to meet kalau ada kesempatan ke Bali πŸ™‚

    Reply
  2. Deny

    Saya dr Sumatra barat kk,
    Lulusan S1 bimbingan konseling,
    Skrang umur saya 28 thn,,
    Apakah saya masih bisa kk cari kerja di Bali?

    Reply

Submit a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

About the gal

Hey there!

I'm Citra Ayu, a fashion designer-turned-graphic designer, living her best life in Bali, Indonesia. A creative soul with a restless mind who’s not afraid of trials and errors and then shares them to the world. Has a Youtube channel about sewing-and-design-related stuff. Been attached to the internet since 1998. This blog is the digital documentation of my life journey and thoughts from time to time. Click here to read more about me.Β 

Join the email tribes!

Stay in touch and be the first to know whenever I update new content! Choose the mailing list based on your interests (you can sign up to one or all of them!). My mailing lists are where I share my freebies and tips and tricks!

 

On Youtube:

More posts on the blog

Get in touch!

Wanna say 'Hello'? Awesome! I'd love to hear from you! But first, HOUSE RULES:Β 1.) Be Nice,Β 2.) Don't try to pitch me anything. Cool with that? Fill out the form below and I'll get in touch with you πŸ˜€Β 

9 + 7 =