Salah satu checklist travelling gw di tahun ini adalah kepulauan Raja Ampat di Papua. Raja Ampat adalah salah satu destinasi wisata yang lagi naik daun di kalangan pelancong domestik baru-baru ini dikarenakan ramainya foto para traveller domestik dengan background Fam Islands yang indahnya bukan main.
Padahal, bagi wisatawan asing, Raja Ampat sudah lama berkumandang apalagi di kalangan pecinta olahraga diving dan snorkeling. Terlebih lagi semenjak bermunculan resort-resort (yang mayoritas dikelola pihak asing–namun ownership tetap milik Indo. Kabarnya orang tua dari Nadine Chandrawinata juga punya resort di Raja Ampat) yang dipelopori oleh Papua Diving Resort di Raja Ampat. Pasalnya, Raja Ampat memiliki keindahan alam dan biota laut yang masih ‘perawan’, baik di darat mau pun di laut.
Namanya juga kepulauan, jadi di Raja Ampat ada banyak pulau-pulau kecil yang sebagian besar masih tidak berpenghuni. Pulau-pulai kecil ini sering dijadikan tempat transit untuk lunch break saat diving trips. Di masing-masing pulau biasanya hanya terdapat satu resort, ibaratnya pulau tersebut udah dimiliki oleh resort tersebut. Tentunya orang asing gak bisa mendapatkan hak milik lahan dan properti di Indonesia selain hak guna lahan, jadi selalu ada kepemilikan oleh orang Indonesia di dalam managementnya, walau pun sumber dana terbesar ya pastinya dari bule. Tapi toh, nanti kan balik lagi ke kita.
Waktu tempuh yang dibutuhkan dari pelabuhan di Sorong ke kepulauan ini berkisar dari 3,5 – 5 jam (tergantung jauh pulau dan jenis boat yang digunakan). Gw berkesempatan menginap di Raja4Divers resot di Pulau Pef yang bisa dilihat di Trip Advisor kalo ratingnya almost bintang lima! Menurut para bule-bule yang sudah berpengalaman island and resort hopping di Raja Ampat, Raja4Divers adalah salah satu yang terbaik dari segi service dan fasilitas, rasa kekeluargaan yang dipupuk di kalangan para karyawan (baik yang bule dan lokal) memberi rasa hangat yang berbeda, cocok dengan tagline mereka, “Come as a guest, live a king, leave as family”.
Katanya sih jarang banget ada orang Indonesia yang berkunjung ke resort-resort ini kecuali para VIP seperti pejabat negara dan koruptor kelas kakap karena harganya emang gak main-main, seminggunya cukup untuk beli mobil secondhand alias USD 3000- 4000, cuma gw lah ya orang lokal dengan kasta rendah yang bisa hoki banget dapet kenalan jadi bisa totally gratisan kecuali ongkos transportasi udara.
Lagian jenis wisata kayak gini bukan stylenya orang Indonesia yang kebanyakan takut dengan sinar matahari (orang Indo kan kalo liburan jarang yang mau menikmati alam, maunya menikmati mall dan fasilitas modern, haha!), kata para guidesnya, biasanya orang Indo cuma ngejer foto di puncak Piaynemo yang mempunyai pemandangan yang hits banget dan abis itu balik lagi ke Sorong (capek-capek aja gak sih…).
Jujur aja sebenernya gw ini gak bisa berenang, bisa sih kalo pake balon buat berenang itu, haha. Tapi gw ketagihan snorkeling semenjak diracuni oleh seseorang yang membuat gw suka banget sama pantai, dulu mah mana gw kepikiran duduk-duduk di pantai. Nah sekarang jadi beach girl banget deh gw! Sampe-sampe emak gw mengucap-ucap karena melihat kulit gw yang makin hari makin eksotis (my mom is a typical Indonesian who adores fair skin and underestimates dark skin).
Pengalaman snorkeling gw gak banyak sih, hanya baru di beberapa tempat yang masih bisa dihitung dengan jari. Tapi mungkin gw ini termasuk orang yang beruntung, karena walau pun begitu, gw udah langsung naek level dengan snorkeling di Raja Ampat yang diyakini sebagai satu-satunya biota laut terkaya di dunia yang masih tersisa, bahkan bule-bule yang udah menjelajahi dunia sampe Maldives aja bilang kalo Maldives masih gak ada apa-apanya dengan Raja Ampat. Yah bagus lah kalo gitu gw gak perlu ke Maldives lagi, haha.
Pertama kali sampai di Pulau Pef, kami disambut dengan para karyawan dan keluarganya dengan tarian khas Papua, orang Papua emang suka menyanyi dan menari, jadi suaranya bagus-bagus. Mereka juga sangat jarang menonton TV apalagi yang namanya internet (karena untuk dapet sinyal internet yang memadai juga harus naik bukit dulu), jadi hiburan mereka ya hanya alam dan bermain musik/ menari. Sama sekali gak ada wajah terpaksa ketika mereka harus memberikan party setiap Kamis malam yang mana adalah farewell party. Hari Jumat adalah hari farewell dari para tamu, kapal hanya berangkat seminggu sekali, jadi pastikan gak ada barang/ urusan yang ketinggalan di Sorong, karena kalo mau balik juga gak gampang/ murah.
Dari sewaktu masih di atas boat aja, gw udah takjub melihat langit dan laut yang betul-betul biru, lebih biru daripada langit di Adelaide dan Afsel yang udah gw lihat! Belum lagi waktu di atas jembatan panjang dari jetty ke resort yang bener-bener indah pemandangannya, kayak di lukisan, bahkan photos can’t do justice!
Gw gak bisa ngelupain perasaan yang gw rasakan waktu pertama kali nyeburin kepala waktu snorkeling di Raja Ampat, padahal itu cuma di sekitaran resort lho, belum ke diving spotsnya! Dari atas kelihatannya lautannya hanya datar dan tenang, ternyata bahkan hanya setengah meter di dalamnya aja mereka itu kayak punya kerajaan bawah laut sendiri! Ikan-ikan warna-warni berseliweran, dari yang kecil sampe yang gede, kura-kura, gurita, sharks pun ada dan ternyata sharks itu gak seserem yang kita bayangin, karena mereka cuek aja tuh dengan para divers. Setiap diving spot punya nama yang biasanya diambil dari nama penemunya, ada yang orang Papua dan orang asing. Contohnya adalah Nickson’s Garden yang diambil dari nama Pak Nickson, salah satu guide paling senior di Raja Ampat. Masing-masing spot memiliki keindahan yang berbeda dan sesuai namanya, ada yang namanya Ikan Party, Melissa’s Garden, dll. Kita juga bisa kayaking mengelilingi pulau–yang mana bikin jerok juga ya bok mengayuh sejauh itu!
Sayangnya, gw masih menemukan sampah plastik (walau pun dikit banget sih) di lautan Papua ini. Gak bisa langsung menyalahkan orang sekitar juga karena ombak laut bisa membawa sampah dari mana saja bahkan dari negara lain yang jauhnya ribuan miles (makanya itu kita gak boleh nyampah di laut mana pun, bisa jadi buang sampahnya di Pantai Panjang Lampung, sampahnya sampai dengan cepat ke Bali, Papua dll.) Orang Papua sangat mengerti laut adalah hidup mereka, sehingga hukum adat yang berlaku jika kedapatan menangkap ikan (apalagi kalo pake bom) hukuman penjaranya gak main-main. Menurut cerita mereka sih, kebanyakan yang begitu adalah pendatang dari pulau lain yang kesana mencari uang dan kurang memiliki rasa kepemilikan. Dan gw salut ya sama bule-bule serombongan gw di resort ini, karena beberapa kali di lunch break diving dan kita berhenti ke pantai, mereka ngumpulin sampah di pulau-pulau itu lho, yang duluan inisiatif malah mereka bukannya gw sendiri yang orang Indonesia (malu banget gak sih! Hiks!). Tapi ada juga sih bule yang norak, yaitu yang pada ngambilin kerang yang entah lah buat apa. Bule-bule begini kadang ditegor juga sama bule-bule lain (bule yang gak norak dan berpendidikan). Oh iya, bule yang ke Raja Ampat akan berbeda dengan bule-bule yang ditemukan di Bali, karena gak sembarang bule bisa ke Raja Ampat, beda dengan Bali yang terkenal sebagai wisata murah.
Owner Raja4Divers–yang mana adalah kenalan gw yang baik hati ini–adalah orang Swiss yang sangat sangat dihormati oleh warga Raja Ampat, mereka memanggil dese dengan panggilan ‘Ibu’ karena beliau emang seperti ibu bagi mereka. Ibu Maya gak memperlakukan mereka hanya sebagai karyawan, tapi sebagai keluarga. Bahkan waktu dia baru dateng, anak-anak kecil berbondong-bondong dari berbagai kampung rela-relain buat naik kapal dua jam buat menyambut dia dengan tari-tarian dan lagu. Anak Papua gw akui mempunyai mata terindah untuk mata orang Indonesia yang gw temuin, mata mereka besar dan beda banget! Hanya sayang aja mereka gak begitu mementingkan kebersihan, jadi banyak anak-anak ini yang ingusnya dadah-dadah di bawah idung mereka. Terus siapa yang ngelap ingus-ingus itu? Lah si Ibu Maya ini sendiri! Dia gak ada perasaan jijik, bener-bener kelihatan rasa sayangnya itu tulus, tanpa mengenal batas-batas ras, negara, sosial atau pun kepercayaan. Ternyata, Ibu Maya juga sering memberikan gratisan ke temen-temen dekatnya dan orang yang dia suka kalo ada kamar kosong dan gak di peak season. Beruntung banget lah itu para sohibnya yang udah jadi tamu langganan!
Di depan bungalow kita, kita bisa menikmati baby sharks yang lagi bermain-main dan mencari makan (ternyata kalo masih bayi mereka hidupnya di air dangkal, kalo udah akhil baligh baru boleh maen di laut yang lebih dalam, hehe). I’m such a lucky gal to have this opportunity padahal latar belakang gw hanya orang biasa-biasa aja dan dari keluarga yang biasa. Sangat beruntung lagi kalo bisa berkunjung kesana lagi, karena sedih rasanya waktu berpisah dengan orang-orang di Pulau Pef.
0 Comments